- Kejati Aceh Tahan Ketua BRA dan Empat Tersangka Lain dalam Kasus Dugaan Korupsi Budidaya Ikan Kakap - Oktober 15, 2024
- Polisi Ungkap Kasus Pembunuhan di Lhokseumawe, Pelaku Diduga Mantan Istri Siri - Oktober 8, 2024
- Diduga Dianiaya Sampai Meninggal Dunia, Polisi Olah TKP Penemuan Mayat Istri Dokter di Lhokseumawe - Oktober 8, 2024
Lhokseumawe – UPT Bahasa, Kehumasan, dan Penerbitan Universitas Malikussaleh bekerja sama dengan Lembaga Kajian Sosial dan Politik Aceh (LaKaspia) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Evaluasi 18 Tahun Damai Aceh: MOU Helsinki, Pelaksanaan UU 11/2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Penggunaan Dana Otonomi Khusus Aceh dan Dampaknya bagi Kesejahteraan Masyarakat.
Kegiatan diskusi yang dipandu oleh Bobby Rahman Tersebut diadakan di Aula Meurah Silue, Kampus Lancang Garam, Lhokseumawe, Senin (25/3/2024). Turut hadir dalam kegiatan itu para akademisi, penyelenggara pemilu dari Panwaslih Aceh dan Kota Lhokseumawe, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lhokseumawe, pimpinan partai, Lembaga Swadaya Masyarakat Bytra, Sahara, PB HAM Aceh Utara, para aktivis perempuan, aktivis perdamaian, unsur pemerintahan, wartawan, dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Direktur LaKaspia, Halik MSi mengatakan, LaKaspia adalah lembaga yang bergerak di bidang publikasi dan penelitian terkait isu sosial-politik, konflik, dan perdamaian. Lembaga ini pertama kali dibentuk pada tanggal 10 Desember 1999, dan kemudian diperbaharui pada tanggal 4 Oktober 2022 yang berpusat di Banda Aceh.
“Dari tema diskusi hari ini, kita ingin melihat dampak bagi masyarakat dari UU Pemerintahan Aceh dan penggunaan dana Otsus selama ini. Intinya dalam diskusi ini damai terus berlanjut dan kesejahteraan harus terwujud” katanya.
Fasilitator kegiatan, Teuku Kemal Fasya MHum menyampaikan tujuan dari FGD ini untuk mengevaluasi capaian pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan penyelenggaraan Otonomi Khusus Aceh setelah 18 Tahun Damai Aceh dan dampaknya dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, politik dan keamanan.
Hasil yang diharapkan adanya catatan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat Aceh pasca Damai Aceh dengan berpedoman pada kesepakatan damai dan regulasi otonomi khusus Aceh. Kemudian adanya penilaian dan kritik konstruktif untuk upaya perbaikan situasi dan kondisi kesejahteraan masyarakat, dan adanya saran dan inisiatif multi pihak sebagai langkah bersama untuk mendorong pencapaian cita-cita damai Aceh yang lebih optimum.
“Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode diskusi terfokus yaitu tingkat pencapaian pemerintah Aceh dalam berbagai aspek, perbandingan antara muatan MoU Helsinki, UUPA dan tingkat kesejahteraan masyarakat, pengalokasian dan penggunaan DOKA, dan langkah konkrit untuk mendorong dan mendukung pencapaian yang lebih baik dan keabadian Damai Aceh,” ungkap Kemal.[]