- Tidak Hilang Tersapu Tsunami Aceh, Ayah Calvin Verdonk Masih Hidup - Februari 9, 2025
- Satu WNI Korban Penembakan di Malaysia masih Dirawat Intensif - Februari 3, 2025
- Polisi Tangkap Pengedar Narkoba Bersama Belasan Paket Sabu di Aceh Timur - Februari 3, 2025
Jakarta – Koordinator Program Magister Keamanan Siber Monash University Indonesia, Erza Aminanto, menyebut pemerintah harus mempersiapkan teknologi dan sumber daya manusia untuk menghadapi serangan siber. Mulai dari penggaran keamanan siber kecil hingga perang siber besar.
“Dalam konteks ini, pemerintah harus memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI/Artificial Intelligence) dan machine learning (ML) untuk meningkatkan keamanan siber,” kata Aminanto dalam keterangannya, Jumat 28 Juni 2024.
Kecanggihan AI dan ML dapat digunakan untuk menganalisis pola lalu lintas jaringan. AI dan ML juga dapat digunakan untuk mendeteksi anomali dan merespons insiden secara otomatis.
“Teknologi tersebut juga dapat membantu forensik siber mengidentifikasi sumber serangan dan memitigasi risiko lebih lanjut,” papar dia.
Aminanto mengatakan seiring semakin luasnya pemanfaatan AI dan ML, peraturan dan kebijakan keamanan siber harus terus diperbarui untuk mengatasi ancaman yang terus berkembang. Pemerintah harus memastikan peraturan ini tidak hanya mencakup sektor publik tetapi juga sektor swasta.
“Termasuk usaha kecil dan menengah yang sering menjadi target serangan siber,” sebut Aminanto.
Dia menyebut serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional (PDN) 2 milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mesti menjadi pengingat rentannya infrastruktur digital Indonesia.
“Namun, dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat dan upaya nyata meningkatkan kesadaran akan ancaman siber, kita dapat memperkuat pertahanan dan mengurangi risiko serangan di masa depan,” ujar Aminanto.[Medcom]