- Polres Aceh Utara Tangkap Pelaku Penjual Kulit Harimau dan Beruang Madu - Desember 7, 2024
- Prabowo Sumbang Lahan Pribadi 20 Ribu Hektare untuk Konservasi Gajah di Aceh - Desember 3, 2024
- Kejari Aceh Tamiang tetapkan tiga tersangka korupsi pengaspalan jalan - November 30, 2024
Banda Aceh – Program Penguatan Ekosistem Kemitraan untuk Pengembangan Inovasi Berbasis Potensi Daerah yang berjalan pada 2023 berlanjut ke Program Katalisator Kemitraan Berdikari. Konsorsium perguruan tinggi vokasi (PTV) Aceh didorong menciptakan inovasi berdampak pada peningkatan nilai tambah ekonomi, baik di masyarakat maupun sektor industri.
Hal itu mengemuka dalam Internalisasi Strategi Pengembangan Kemitraan Berbasis Potensi Daerah (Penguatan Internal Pendidikan Vokasi dan Sosialisasi Program Berdikari) Konsorsium Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) Aceh.
Tim Pakar Dit. Mitras Dudi, Adil B. Ahza, menuturkan ini saat yang tepat bagi konsorsium PTV Aceh mulai berpikir strategi bisnis yang bisa dibangun lewat dosen atau mahasiswa. Sehingga ketika mahasiswa lulus bisa ikut membesarkan bahkan menjadi spin off perusahaan mereka.
“Jadi kalau riset ini bisa sampai menghasilkan dampak ekonomi masyarakat itu yang sangat diharapkan,” kata Adil di Hotel Rasamala, Banda Aceh, Sabtu, 2 November 2024.
Adil menuturkan program ini dinamakan berdikari agar konsorsium PTV membuat riset dengan identifikasi potensi daerah yang bisa dijadikan oleh institusi untuk memberikan dampak yang begitu luas. Khususnya menyejahterahkan anak didik.
Dia mengungkapkan mendapat cerita kalau Belanda pada saat menjajah di Aceh sudah memiliki peta pertanian yang cocok untuk daerah itu. Nah, dari sini bisa digali dan dipelajari komoditas yang cocok untuk di Aceh.
Apalagi, Belanda sejak zaman dulu mempunyai ahli-ahli tanah. Sehingga, peta yang dimiliki itu sudah pasti akurat dan tinggal digali lebih dalam.
“Ambil sesuatu yang bisa jadi gagasan riset karena dananya riset LPDP bukan pemberdayaan masyarakat. Harus dijadikan riset yang kemudian menjadikan kekayaan intelektual institusi supaya ketika industri berkembang di masyarakat syukur-syukur social enterprises nantinya masyarakat bisa memiliki share holder dari yang dikembangkan,” ujar dia.
PTV juga bisa membuat inovasi yang dikembangkan dari policy paper, policy brief, maupun laporan penelitian yang telah dikerjakan pada tahun pertama.
Terdapat dua skema program yang bisa dipilih konsorsium PTV. Pertama skema Emas, ini difokuskan agar UMKM naik kelas. LPDP memberikan dana riset maksimum Rp500 juta untuk satu topik.
Kedua, skema Berlian di mana PTV bermitra dengan industri besar dan hasil riset sudah harus masuk ke rantai pasok. Adil mengatakan karena hasil riset sudah harus masuk industri, persyaratan lebih berat karena mengikuti standar industri.
“Kalau terlalu berat masuklah skema Emas. Anda bisa memilih tim yang menjadi jagoan di politeknik Anda,” tutur dia.
Konsorsium diberikan kesempatan mengusulan 3-5 topik. Adil meminta riset dipercayakan pada dosen sebab mereka adalah aset luar biasa yang dapat menggerakkan institusi.
“Percayakan pada dosen yang punya kemampuan, dosen yang punya waktu meneliti, dan dedicated meningkatkan perekonomian masyarakat,” ujar Adil.
Ketua Program Fasilitasi Kemitraan 2024, Muhammad Arifai, mengingatkan kegiatan ini sifatnya kolaboratif sejumlah PTV. Konsorsium PTV Aceh terdiri atas Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL) sebagai ketua dan beranggotakan Politeknik Aceh, Politeknik Aceh Selatan, serta Akademi Komunitas Negeri (AKN) Aceh Barat.
Dia berharap masing-masing jurusan di politeknik konsorsium PTV Aceh bisa mengusulkan judul riset. Rifai mengingatkan mesti ada luaran produk riset dari pengajuan yang disampaikan bukan program pengabdian masyarakat.
“Semoga ini daripada kawan-kawan bisa memberikan informasi ke semua kawan-kawan di jurusan masing-masing sehingga ada tim yang terbentuk. Begitu juga P3M (Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) yang menjadi tim akan menyeleksi,” tutur dia.
Direktur Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL), Rizal Syahyadi, mendorong politeknik di konsorsium PTV Aceh mengajukan riset sesuai potensi daerah. Sebab, daerah-daerah baik Lhokseumawe, Aceh, Aceh Selatan, serta Aceh Barat masing-masing memiliki potensi yang sangat besar.
“Yang (skema) Emas saja minimal kita sudah bisa mengisi, karena banyak industri menengah butuh sentuhan dari kita terutama kampus,” ujar dia.
Pada tahun perdana penyaluran pendanaan Program Penguatan Ekosistem Kemitraan untuk Pengembangan Inovasi Berbasis Potensi Daerah, tercatat ada 20 tim konsorsium yang mendapat pendanaan dengan total Rp15 miliar. Program telah menghasilkan berbagai inovasi di berbagai daerah.
Hal ini mendorong pendanaan riset di tahun kedua dan ketiga dengan total pendanaan keseluruhan menjadi Rp90 miliar. Program ini akan diselenggarakan di 27 provinsi di seluruh Indonesia dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk PTPPPV, SMK, Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP), DUDI, pemerintah daerah, BUMD, BUMDes, Kadin daerah, Badan Riset dan Inovasi Daerah, serta komunitas masyarakat.[Medcom]