- Tidak Hilang Tersapu Tsunami Aceh, Ayah Calvin Verdonk Masih Hidup - Februari 9, 2025
- Satu WNI Korban Penembakan di Malaysia masih Dirawat Intensif - Februari 3, 2025
- Polisi Tangkap Pengedar Narkoba Bersama Belasan Paket Sabu di Aceh Timur - Februari 3, 2025
Jakarta – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran harus ditolak. Perubahan beleid yang memuat pasal kontroversial itu dinilai hanya membuat mundur ke zaman kegelapan pada orde baru.
“Revisi UU Penyiaran harus ditolak bila tidak sejalan dengan kemerdekaan pers. Sebab, Indonesia tidak boleh mundur ke zaman kegelapan dimana rezim berkuasa mengebiri kemerdekaan pers,” kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga kepada Medcom.id, Minggu, 26 Mei 2024.
Jamiluddin mengatakan apabila revisi dilanjutkan, maka pasal-pasal yang bertentangan dengan kemerdekaan pers harus dilenyapkan. Terlebih pasal yang menyoal liputan investigasi.
Upaya meniadakan liputan investigasi, kata dia, sama saja ingin memberangus kemerdekaan pers. Hal itu tak boleh terjadi karena tidak sejalan dengan konstitusi dan amanat reformasi.
“Sebab, investigative reporting bagian dari kontrol sosial yang diperlukan dalam demokrasi. Karena itu, investigative reporting itu ibarat ruhnya demokrasi,” ucap Jamiluddin.
Draf revisi UU tentang Penyiaran menuai kontroversi. Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) menjadi pasal yang paling disorot lantaran memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Berikut bunyi pasal 50 B ayat 2 huruf (c):
“Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:…(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.[]
Medcom