- Polres Aceh Utara Tangkap Pelaku Penjual Kulit Harimau dan Beruang Madu - Desember 7, 2024
- Prabowo Sumbang Lahan Pribadi 20 Ribu Hektare untuk Konservasi Gajah di Aceh - Desember 3, 2024
- Kejari Aceh Tamiang tetapkan tiga tersangka korupsi pengaspalan jalan - November 30, 2024
Banda Aceh – Direktur Eksekutif Forbina, Muhammad Nur.SH bersama Maulana S.H selaku pengacara dan warga menggugat Gubernur Aceh ke Pangadilan TUN Banda Aceh, terkait Izin Usaha Perkebunan Budidaya PT. Dua Perkasa Lestari (DPL) di Aceh Barat Daya. Gugatan tersebut didaftarkan pada Jumat, 22 November 2024 dengan nomor perkara No 45/G/2024/PTUN.BNA. tgl 22 November 2024.
Direktur Forum Bina Investasi (FORBINA) Muhammad Nur, SH mengatakan, pada tahun 2007, Gubernur Aceh memberikan izin kepada PT. DPL melalui keputusan nomor P2TSP.525/4828/2007 tanggal 27 Desember 2007 tentang Izin Usaha Perkebunan Budidaya, seluas 2.600 hektar. Berdasarkan fakta dilapangan, bahwa izin tersebut berada diatas lahan yang dimiliki, dikuasai, dan dimanfaatkan oleh masyarakat melalui 28 kelompok tani.
“Dampak dari izin tersebut, kelompok tani hilang wilayah kelola, dan tidak dapat diusahakan/dimanfaatkan lagi untuk sumber perekonomian, karena pihak perusahaan terus memperluas lahan untuk penanaman kelapa sawit,” kata Muhammad Nur dalam siaran pers, Sabtu (23/11/2024).
Padahal menurutnya, kelompok tani tersebut sebelumnya menjadi subjek dari program pemerintah pusat memberdayakan ekonomi mantan kombatan GAM dan korban konflik, melalui pembagian 63.000 bibit dilahan 2.600 Ha. Kemudian pada lahan tersebut diterbikan izin oleh Gubernur Aceh kepada PT. DPL sehingga apa yang diprogramkan oleh Presiden SBY ketika itu tidak berjalan maksimal.
Selain persoalan lahan, kata Muhammad Nur, hasil kajian Forbina juga menemukan bahwa izin yang diberikan cacat prosedural dan cacat hukum, karena lokasi yang ditetapkan tidak sesuai dengan objek dilapangan. Selain dua persoalan tersebut, masih banyak temuan lain yang menjadi dalil memperkuat gugatan ini.
“Apa yang dilakukan oleh Gubernur Aceh melalui pemberian izin kepada PT. DPL yang cacat hukum dapat dianggap sebagai perbuatan perampasan tanah rakyat demi kepentingan investasi,” ujarnya.
Seharusnya, sambung Muhammad Nur, ditengah krisis lapangan pekerjaan, kemiskinan, paska konflik dan bencana, Gubernur Aceh melindungi hak – hak masyarakat, bukan justru dengan kebijakan ambisiusnya menghilangkan wilayah kelola masyarakat.
Forbina bersama tim pengacara berharap kepada pihak PT. DPL untuk menghormati proses hukum dan menghentikan segala aktifitas dilapangan selama proses hukum ini berlangsung. Begitu juga halnya Gubernur Aceh untuk mempertanggungjawabkan dimuka hukum atas penerbitan kebijakan yang dapat merugikan masyarakat banyak.[rri.co.id]